Senin, 02 April 2012

pesantren


EKSISTENSI PESANTREN DI ERA MODERNISASI


PENDAHULUAN
Pesantren sebagai cikal bakal sistem pendidikan di Indonesia dengan corak dan karakter yang khas (indegenous) dianggap telah menjadi icon masyarakat pribumi dalam mencanangkan ideologi pendidikan di Indonesia. Nuansa indegenous ini senantiasa melekat dan makin mengukuhkan tradisi pendidikan pribumi yang memiliki tingkat otentisitas yang tidak diragukan lagi.
Eksistensi pesantren terus berlanjut mengiringi peredaran waktu. Di era kolonial, banyak kyai yang menjadi tampuk pimpinan perjuangan Nasional. Pada era kemerdekaan pesantren melahirkan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan, dan di era mutakhir, pesantren tidak pernah absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hanya saja, eksistensi seperti ini belumlah cukup untuk menjadikan pesantren sebagai pelopor utama bagi kemajuan bangsa. Di sinilah pentingnya untuk membicarakan bagaimana eksistensi pesantren dalam menghadapi tantangan modernitas yang kompleks. Dalam kondisi demikian, pesantren diharapkan mampu memecahkan beberapa tantangan zaman, yang mengarah pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi. Yang perlu dicatat, pesantren harus dapat secara konsisten menjaga khazanah keilmuan yang telah menjadi tradisi  sembari membuka diri dengan bekal baru dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi.

PEMBAHASAN
1.      Pesantren Dalam Lintas Sejarah
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang merupakan sistem pendidikan tertua dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indegenous. Di awal kemunculannya, di Nusantara sekitar abad ke-13 penyelenggaraan pendidikannya berkisar pada pada pendidikan agama Islam an sich. Beberapa abad kemudian, secara perlahan dan terartur bermunculanlah tempat-tempat pengajian (biasa disebut “nggon ngaji”). Seterusnya lebih berkembang lagi dengan didirikannya tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren.[1] Walaupun bentuknya yang masih simpel, pada saat itu pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap ini dianggap sangat bergengsi. Dilembaga inilah kaum muslim di tanah air medalami dan menghayati doktrin ajaran Islam, khusunya yang terkait dengan implementasi kehidupan keagamaan.[2]
Sejarah awal lahirnya pensantren memiliki misi khusus, antara lain pertama, sebagai wahana kaderisasi ulama yang nantinya diharapkan mampu menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat; kedua, membentuk jiwa santri yang memiliki kualifikasi moral-etik dan religiun; ketiga, menanamkan kesadaran holistik bahwa menuntut ilmu merupakan suatu keharusan dan pengabdian kepada Sang Khaliq, bukan hanya untuk mengejar prestasi dunia semata.[3]
Dari sini dapat dipahami, bahwa meski pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang indegenous, namun masih ada kemiripan dengan sistem gurukulla yang terdapat di dataran India. Seyogyanya, gurukulla juga memakai sistem pemondokan (boarding school). Gurukulla juga menjadi tempat pembelajaran kitab-kitab suci agama Hindu seperti juga pesantren sebagai tempat belajar kitab-kitab agama Islam. Hal inilah yang dijadikan oleh sebagaian pengamat dan peneliti sebagai dasar untuk meragukan statement bahwa sistem pesantren tidak dikategorikan menjadi sesuatu yang otentik.
Terjadinya pro dan kontra tentang keotentikan pendidikan pesantren terus berlanjut sampai awal abad ke-20 dimana telah tersebar gagasan tentang sistem madrasah. Keraguan akan ke-idegenious-an pesantren kiranya cukup beralasan apabila kita meneropong sejarah berkembangnya Islam di Indonesia, agama Hindu dan Budha lebih dahulu menyebar. Pada saat  Islam masuk, kepercayaan akan animisme dan dinamisme sedang di atas puncaknya. Dan lebih unik lagi, model pendekatan yang dilakukan oleh para Walisongo adalah dengan mengikuti tradisi lokal (kepercayaan, kebathinan, kejawen yang notabene adalah produk ajaran Hindu dan Budha) dalam mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Jawa kala itu.
2.      Pesantren dan Tantangan Modernisasi
Secara terang-terangan, sebagian umat Islam menunjukkan antipatinya—ketakutan dan kekhawatiran—dalam merespon modernisasi ilmu pengetahuan dan teknologi berupa pemikiran dan aliran yang dianggap baru yang merambah dunia Islam di segala bidang, tanpa terkecuali juga lingkungan pesantren. Kecendrungan yang kemudian muncul adalah, sikap menutup diri dan berusaha melindungi nilai-nilai luhur agama (taqdis al afkar al diniyah) dan identitas muslim dari pengaruh negatif pemikiran dan aliran baru tersebut. Bahkan  ada yang berkeyakinan bahwa semua itu merupakan sebuah perang atau konspirasi terencana untuk mengahncurkan Islam dan identitas kaum muslim.[4]
Sementara di saat yang sama, kita melihat sebagaian dari umat Islam, memiliki kecendrungan yang menerima kehadiran globalisasi. Mereka mengelu-elukan hal tersebut dan menganggap bahwa kelompok penolak adalah komunitas yang bodoh, konservatif dan terbelakang.
Dalam banyak kesempatan, kedua kelompok diatas—yang menolak dan yang menerima—sering kali terlibat dalam perdebatan dan perselisihan panjang tanpa ada solusi yang dapat menjawab permasalahan. Sekalipun dalm perspektif yang berjauhan, keduanya sama-sama menggunakan cara pandang parsial (snape shot) dan tidak mengkaji permasalahan-permasalahan secara objektif dan konprehensif. Idealnya dalam mensikapi hal ini adalah kita tidak mengambil posisi sebagai pendukung dari salah satu kelompok yang bersiteru, akan tetapi berusaha mensikapinya secara kritis.
Jika ditelaah lebih jauh, fenomena keterbukaan ini di satu sisi merupakan sunnatullah dan menjadi sebuah keniscayaan, akan tetapi dipihak lain nampaknya akan menjadi impian semata bagi sebagian pihak mengenai cita-cita keadilan sosial. Era dimana pertimbangan pragmatis dan materialistis menjadi posisi kunci, nilai-nilai moral agama dengan sendirinya dihadapkan pada realitas yang dilematis dan sulit untuk dipungkiri, yakni terjadinya reduksi agama secara besar-besaran. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi keringnya nilai luhur agama dalam pergulatan dinamika ilmu dan teknologi, karena masyarakat industri hanya menempatkan matrealisme dan pragmatisme sebagai cita-cita ideal dalam kehidupannya.
Berikut akan dikemukakan  beberapa ilustrasi tentang keadaan pesantren yang menggambarkan ketidakcocokan dengan dunia global. Keadaan itu menyebabkan pesantren legging behind the time atau tidak kurang mampu menjawab tantangan zaman.
  1. Lingkungan
Sepintas dapat diketahui bahwa lingkungan pesantren merupakan hasil pertumbuhan tak berencana, sekalipun ia menggambarkan pola budaya yang direpresentasikannya. Mari kita telaah satu persatu :
-          Pengaturan “tata kota” pesantren yang memiliki ciri khas, yaitu letak masjid, asrama atau pondok, madrasah, kamar mandi dan WC umum, perumahan para ustadz dan bangunan lainnya umumnya sporadis (berpencar-pencar).
-          Kamar-kamar asramanya sempit dan juga minim peralatan.
-          Jumlah kanar mandi dan WC umum tidak sebanding dengan dengan jumlah santri yang ada (over load).
-          Madrasah atau ruang kelas yang digunakan tidak memenuhi syarat metodik-dedaktik.
-          Tempat ibadah keadaannya umumnya mengecewakan, kebersihan lantainya kurang terjaga. Hal ini ada hubungannya dengan sistem sanitasi yang kurang memadai, kurangnya sistem penerangan dan beberapa hal lainnya.
  1. Penghuni/Santri
Suatu hal yang menarik untuk dapat memahami berbagi segi yang merupakan discrepency  antara dunia pesantren dengan dunia di luar pesantren dilihat dari sudut para penghuninya. Lebih jelasnya berikut akan di paparkan lebih lanjut.
-          Dari segi pakaian : umumnya para santri tidak membedakan mana pakaian utnuk belajar, dalam kamar, keluar pondok, bahkan untuk tidurpun tidak ada perbedaan.
-          Dari segi kesehatan : penyakit yang biasanya diasosiasikan  dengan para santri adalah penyakit kudis (gudigen dalam bahasa jawanya). Meskipun sekarang sudah jarang kelihatan akan tetapi kondisi yang favourable untuk penyakit  kulit masih banyak terdapat di pesantren.
-          Tingkah laku : sudah menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan para santri mengidap penyakit rendah diri dalam pergaulan ketika mereka harus bersosialisasi di luar lingkungan pondok.
  1. Kurikulum
Kurikulum merupakan aspek terpenting dari aspek lainnya. Dalam pengelolaan kurikulum terdapat ketidakcocokan antara pesantren dengan dunia luar.
-          Agama : yang termasuk dalam pengertian pelajaran agama biasanya apa saja yang tertulis dan mengandung bahasa Arab. Fiqh merupakan bidang keilmuan yang paling utama, kemudian menyusul Aqaid. Sedangkan Tasawuf salah satu trio dari ilmu-ilmu Islam, hanya merupakan anjuran yang lemah dan diajarkan pada orang-orang tertentu an sich.
-          Nahwu-Sharaf : adalah aneh bahwa pelajaran gramatika cenderung untuk dimasukkan ke dalam ilmu agama.
-          Pengetahuan umum : barangkali sekarang ini praktis semua pesantren mengajarkan ilmu pengetahuan umum, akan tetapi tampaknya dilaksanakan setengah-setengah, sekedar memenuhi syarat atau agar tidak disebut kolot saja. Hal ini tentunya berimplikasi pada kemampuan santri yang tidak maksimal dalam pengetahuan ilmu-ilmu umum.
-          Sistem pengajaran : sistem yang biasanya dipakai dalam pesantren terkenal tidak efisien. Ini desebabkan karena caranya yang unik dan memang khas pesantren. Pemiliham kitab yang tidak relevan, cara membaca kitab dengan terjemahan harfiah dan setersusnya.
-          Intelektualisme dan verbalisme :  sebetulnya dalam ilmu-ilmu fiqh, aqa’id dan nahwu-sharaf mengandung rasionalisme (dalam fiqh ialah ushul fiqhnya dalam aqa’id ialah mujaadalah kalamiyahnya dan dalam nahwu-sharaf logika i’rab dan tasrifnya). Pengaruh ini berdampak pada tumbuhnya intelektualisme bercampur dengan verbalisme yang terkadang berlebihan (kegemaran santri ialah berdebat sesamanya). Verbalisme didorong oleh kuatnya hafalan, ditambah kurangnya mata pelajaran yang betul-betul rasionalistik seperti ilmu hitung, ilmu alam dan ilmu pasti lainnya. Oleh karenanya santri lebih bersifat reproduktif (mengeluarkan kembali apa yang telah dihafalnyayang tersimpan di otak) tidak bersifat kreatif (menciptakan buah pikiran baru). Mungkin hal inilah yang menyebabkan munculnya dogmatisme dan prinsipalisme yang eksesif manakala mereka terjus ke masyarakat.
  1. Kepemimpinan
Secara apologetik sering dielu-elukan bahwa kepemimpinan di pesantren adalah demokratis, ikhlas, sukarela dan seterusnya. Mungkin bila dibandingka dengan pola kepemimpinan di sekolah-sekolah kolonial Hindia-Belanda asumsi ini benar. Tetapi bila diukur dengan perkembangan zaman keadaannya akan lain. Klise-klise itu perlu dipertanyakan kembali kebenarannya. Berikut pemaparan tentang pola kepemimpinan kyai.
-          Karisma : kenyataannya bahwa pola kepemimpinan seorang kyai adalah pola kepemimpinan karismatik yang secara tidak langsung telah menunjukkan ketidak demokratisannya, sebab tidak rasional. Apalagi jika tindakan itu disertai dengan tindakan-tindakan yang secara sadar maupun tidak bertujuan memelihara larisma itu, seperti prinsip keep distance atau keep aloof (jaga jarak dan keagungan) dari para santri. Pola seperti ini benar-benar kehilangan kualitas demokrasinya.
-          Personal : Karena kepemimpinan kyai karismatik, dengan sendirinya juga bersifat pribadi atau personal. Kenyataan ini mengandung implikasi bahwa seorang kyai tak mungkin digantikan oleh orang lain serta sulit ditundukkan ke bawah (rule of the gamen-nya) administrasi dan manajemen modern.
-          Religio-feodalisme :  seorang kyai selain menjadi pemimpin agama sekaligus merupakan taraditional mobility dalam masyarakat feodal. Dalam feodalisme yang berbungkus agama ini bila disalahgunakan jauh lebih berbahaya daripada feodalisme biasa. Kyai lebih mampu mengerahkan masa daripada pemimpin feodal biasa, apalagi banyak kyai yang sekaligus membanggakan dirinya sebagai bangsawan.
-          Kecakapan teknis atau pengembangan skill : karena dasar kepemimpinannya seperti yang dipaparkan di atas maka hal ini diangap tidak perlu.[5]
Dari telaah di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren dan perangkat sistemnya memang dihadapkan pada tantangan zaman yang cukup berat. Jika tidak dapat memberi responsi yang tepat, maka pesantren akan kehilangan relevansinya dan akar-akarnya dalam masyarakat akan tercabut dengan sendirinya. Sungguh ironis bahwa yang lebih dulu menyadari akan hal ini adalah para tokoh pesantren sendiri yang kemudian seolah-olah jera mengirimkan anaknya untuk masuk pesantren. Dapat kita lihat para kyai yang hidup di kota-kota besar yang telah mengalami kenaikan status sosial (melalui jenjang karir politik), mereka lebih mempercayakan anak-anaknya untuk masuk ke sekolah-sekolah umum daripada ke pesantren. Kalu perlu anak-anak mereka dimasukkan  ke bidang-bidang paling produktif, seperti ekonomi, kedokteran dan teknik.
Menyikapi hal ini, mau tidak mau pesantren (para pengelolanya) harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengejar ketinggalannya. Parapemangku pondok pesantren dituntut oleh keadaan untuk berpacu melawan waktu. Ada dua hal yang dapat menjadi entery points bagi pesantren untuk berbenah, yaitu pembenahan dari dalam dan pembenahan keluar. Hal yang dapat ditempuh untuk pembenahan dari dalam antara lain :
1.           Model kepemimpinan yang legitimet harus dibarengi dengan skill, apabila hal ini tidak dimiliki oleh seorang pimpinan pesantren, maka dapat dipenuhi dengan merekrut orang lain yang dianggap mumpuni dan dipercaya untuk pengelolaan dan pengembangan pesantren (sebagai pimpinan teknis)
2.           Perombakan kurikulum yang substansinya mulai memperkenalkan model ilmu pengetahuan dan teknologi yang diselenggarakan secara sungguh-sungguh dengan tetap menjaga nilai-nilai luhur dari khazanah keilmuan pesantren.
3.           Perbaikan infrastruktur atau beragam fasilitas yang mendukung (seperti ruang kelas, masjid, WC umum, kamar tidur dan lainnya) dengan memperhatikan standar kelayakan.
Untuk pembenahan keluar, pesantren diharapkan untuk dapat lebih membuka diri dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang dapat mendukung kelancaran terselenggaranya pendidikan di pesantren.
PENUTUP
Kiprah pesantren dalam lintas sejarah memang tidaklah kita ragukan, akan tetapi untuk tetap dapat mempertahankan eksistensinya di masyarakat agar tetap dapat tumbuh dan berkembang, haruslah ada upaya-upaya agar dapat tetap eksis. Pesantren yang dianggap sebagai lembaga pendidikan yang indegenous merupakan lembaga pendidikan yang menjadi kebanggan bangsa Indonesia, oleh karenanya harus tetap dijaga dan ditumbuh kembangkan, Kemoderenan yang mengiringi dinamika zaman, haruslah dianggap sebagai sebuah keniscayaan, Seyogyanya hal ini tidak perlu ditakuti atau bahkan dihindari dengan menutup diri, seharusnya kita dapat merespon hal ini denganh positif thingking, tentunya dengan melakukan upaya-upaya yang dapat memberikan manfaat bagi perkembangan pesantren itu sendiri agar dapat mengikuti perkembangan zaman.



DAFTAR PUSTAKA

 
Ainurrafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, Yogyakarta :Lista Fariska Putra, 2004.

Amin Haedari, Masa Depan Pesantren ; Dalam tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, Jakarta : IRD Press, 2004.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam ; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta : Logos, 1999.

Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren ; Sebuah potret Perjalanan, Jakarta : Paramadina, 1997.

Sulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka, 2003.

Yasmadi, Modernisasi Pesantren : Kritikan Nurkholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta : Ciputat Press, 2002.



[1] Ada beberapa pendapat mengenai asal muasal kata “pesantren”, Prof. John berpendapat bahwa kata pesantren berasal dari terma “santri” yang diderivasi dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji. Sementara C.C. Berg berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa India “shastri” yang berarti orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci. Lain lagi dengan Robson, ia memiliki pendapat berbeda dari keduanya. Robson berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa Tamil “sattiri” yang berarti oarang yang tinggal di sebuah rumah gubuk atau bangunan keagamaan secara umum. Sampai saat ini, yang sering dijadikan rujukan oleh para pemerhati dan peneliti pessantren adalah manuskrip jawa kuno, Babad Tanah Jawi. Dalam salah satu bagiannya dijelaskan bahwa pada abad ke-15 Sunan Ampel—sebagai penerus dari garis geneologi Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih terkenal dengan sebutan Maulana Maghribi—telah membangun sebuah lembaga pendidikan Islam, yang kemudian diikuti oleh Sunan Giri—Yang berasal dari garis keturunan Maulana Ishak—dan diteruskan oleh sunan-sunan Walisongo lainnya. Upaya tersebut sekaligus membuktikan bahwa peran Walisongo sangat besar dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam model pesantren di Indonesia. Ainurrafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Yogyakarta :Lista Fariska Putra, 2004), hal. 5. 
[2] Menurut Sartono Kartodirdjo, sampai akhir abad ke-19 atau tepatnya tahun 1860-an jumlah pesantren mengalami peledakan luar biasa, terutama di Jawa yang mencapai jumlah 300 buah. J.A Van der Chijs dalam Report of 1831 on Indegenous Education  melaporkan bhawa di Cirebon terdapat 190 buah pesantren dengan jumlah santri sebanyak 2.763, di daerah Pekalongan terdapat 9 pesantren, Kendal 60 pesantren, Demak 7 pesantren dan Grobongan 18 buah. Sulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka, 2003), hal.2
[3] Ibid. hal.6
[4] Amin Haedari, Masa Depan Pesantren ; Dalam tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta : IRD Press, 2004), Hal. 67-70.
[5] Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren ; Sebuah potret Perjalanan, (Jakarta : Paramadina, 1997), hal. 90-96

Minggu, 01 April 2012

Relasi Barat dan Timur


DOMINASI BARAT DAN RESPON ISLAM
(Menelusuri relasi Barat dan Timur Dalam Lintas Sejarah)

Oleh. Muhammad Iwan Abdi, S.PdI

ABSTRAC
If we see West and East relationship in contemporary era, hence we would meet inharmonious relationship, mutually accusing and antithesis attitude disperse, apathetic and sometimes impress is anarchic. Though if we refered back relationship which have ever intertwined between both in in perpective history, both have ever braided good relationship and continuation in the case of orthogonal transformation and also development of science. But happened now the harmonious relationship have turned into the relation of disharmonis causing both is each other is unconvinced. This ought to be searched by the problems root. present West domination, actually not be quit of role of Islam man of science which have many giving contribution of development of sciences in a period of to emasan Islams.

KATA KUNCI : Barat, Timur, relasi dan respon

"Sesungguhnya yang saya maksud dengan agama adalah
Islam sebagaimana yang diturunkan dengan Al-Qur'an,
sebagaimana yang diserukan oleh Rasul yang mulia
dan diterima oleh para sahabatnya,
sebagaimana dipahami oleh arus moderat Islam
sebagai sebuah risalah (misi) universal yang terpadu dan seimbang,
siap berdialog,
menerima pembaharuan,
mencerahkan akal dan jiwa,
membahagiakan pribadi da masyarakat,
dan menghimpun antara kebaikan dunia dan akhirat
(Syakib Arselan) 

Secara terang-terangan, sebagian umat Islam menunjukkan antipatinya—ketakutan dan kekhawatiran—dalam merespon setiap pemikiran dan aliran yang dianggap baru yang merambah dunia Islam di segala bidang. Kecendrungan yang kemudian muncul adalah, sikap menutup diri dan berusaha melindungi nilai-nilai luhur agama dan identitas muslim dari pengaruh negatif pemikiran dan aliran baru tersebut. Bahkan  ada yang berkeyakinan bahwa semua itu merupakan sebuah perang atau konspirasi terencana untuk mengahncurkan Islam dan identitas kaum muslim.
Sementara di saat yang sama, kita melihat sebagaian dari umat Islam, memiliki kecendrungan yang menerima kehadiran Timur dan Barat. [1] Mereka mengelu-elukan hal tersebut dan menganggap bahwa kelompok penolak adalah komunitas yang bodoh, konservatif dan terbelakang. Dalam banyak kesempatan, kedua kelompok diatas—yang menolak dan yang menerima—sering kali terlibat dalam perdebatan dan perselisihan panjang tanpa ada solusi yang dapat menjawab permasalahan. Sekalipun dalm perspektif yang berjauhan, keduanya sama-sama menggunakan cara pandanag parsial (snape shot) dan tidak mengkaji permasalahan-permasalahan secara objektif dan konprehensif. Idealnya dalam mensikapi hal ini adalah kita tidak mengambil posisi sebagai pendukung dari salah satu kelompok yang bersiteru, akan tetapi berusaha mensikapinya secara kritis.
Harus diakui, Barat dewasa ini telah mendomisasi dunia. Dominasi ini telah dimulai sejak era renaissance Barat dan tenggelamnya Timur dari masa kejayaannya. Dominasi ini dapat dirasakan pengaruhnya oleh umat Islam dibeberapa bidang, yaitu militer,  politik, ekonomi dan budaya. Pertanyaan menarik yang dapat diajukan adalah, bagaimana respon Islam tentang hal ini? Respon-respon tersebut tetap bermunculan hingga sekarang, tetapi apakah berbagai respon tersebut dapat memberikan pencerahan bagi umat Islam yang telah terperangkap dalam lingkar kejumudan yang lebih memfokuskan diri pada pengembangan kajian normatifnya? Hal inilah lebih lanjut akan coba penulis paparkan dalam tulisan ini.

 

Islam di Era Keemasan

Pada tahun 705 M, Spanyol berhasil dikuasai oleh pasukan Islam di bawah panglima Thariq ibn Ziyad.[2] Hal ini terjadi di masa pemerintahan Khalid al Walid (705-715M). Pada tahun 711 M, Panglima Musa ibn Nushair mengirim Thariq ibn Ziyad beserta pasukannya sebanyak 7.000 orang di kirim ke Spanyol dilatar belakangi oleh dua hal, pertama kemenangnan yang telah diraih oleh pasukan Islam sebelumnya, di bawah panglima Tharif ibn Malik. Kedua, kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu.[3] Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat dan berhenti di sebuah gunung tempat mereka pertama kali mendarat yang dikenal dengan nama Jabal Thariq (Gibraltar).[4] Dengan dikuasainya daerah tersebut, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Kemudian ditaklukkanlah kota-kota seperti Cordoba, Granada, Toledo, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa hingga Navarre.[5]
Dalam masa perkembangan Islam selanjutnya, yang berlangsung lebih dari tujuh abad, banyak prestasi telah diukir.[6] Bahkan pengaruhnya membawa Barat dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks serta membawa pencerahan. Kemajuan yang telah diraih mencakup kemajuan intelektual dan kemajuan dalam pengembangan fisik.
Kemajuan intelektual yang telah dicapai diantaranya di bidang filsafat, sains, musik dan kesenisn, serta bahasa dan sastra. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan sejak abad ke-9, yaitu selama pemerintahan Bani Umayyah yang kelima, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).[7] kita mengenal sosok Ibnu Rusyd dari Cordoba yang Aristotelian pada akhir abad ke-12.[8] Dibidang sains dikembangkan ilmu-ilmu kedoktoran, musik, matematika, astronomi, kimia, sejarah dan geografi.[9] Kemudian di bidang bahasa dan sastra, bahasa Arab dijadikan sebagai bahsa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol, bahkan bahasa setempat menjadi bahasa yang dinomor duakan.
Pembangunan fisik yang dilakukan di Spanyol cukup banyak. Dalam perdagangan, telah dibangun jalan-jalan dan pasar-pasar yang mendukung  proses perdagangan. Di bidang pertanian dibangun sistem irigasi yang baru dikenal masyarakat Spantol. Dam-dam, kanal-kanal, saluran skunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Disamping itu juga diperkenalkan pula pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman. Dibidang industri dikembangkan tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.[10]
Kemajuan yang dicapai didukung oleh penguasa-penguasa yang berwibawa, yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan Islam. Dan juga ditunjang oleh kebijakan-kebijakan yang mendukung dan mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah. Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk mereka disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masung-masing.[11]

 

Kemajuan dan Dominasi Barat Dalam Perspektif Sejarah

Setelah berakhirnya periode klasik Islam, dimana Islam memasuki masa kemunduran, bangsa Barat mulai bangkit dari keterputukannya. Revivalisme Barat tidak hanya di bidang politik yang ditandai dengan ditaklukkannya kerajaan-kerajaan Islam dan beberapa wilayah lainnya, akan tetapi juga kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan dukungan kemajuan ilmu dan teknologi inilah, dapat membuahkan kesuksesan di bidang politik. Kemajuan yang telah diraih oleh bangsa Barat, tidak bisa dipisahkan dari peran Islam di masa keemasannya, yaitu masa kejayaan pemerintahan Islam di Spanyol. Di masa kejayaan Islam, para sarjana Barat banyak menimba ilmu di perguruan-perguruan Tinggi Islam Spanyol. Sehingga Islam merupakan “guru” bagi para sarjana Barat.
Kemajuan yang dialami Barat, memang bersumber dari khazanah ilmu pengetahuan dan metode berfikir Islam yang rasional. Para sarjana Barat dalam perkembangan akademiknya di perguruan tinggi Spanyol, banyak menterjemahkan karya-karya ilmiah umat Islam. Hal ini dimulai sejak abad ke-12 M.[12]
Spanyol merupakan tempat strategis bagi Barat dalam menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, perekonomian dan interaksi peradaban antar negara. Orang-orang Barat telah menyaksikan kejayaan yang telah diraih umat Islam di Spanyol terutama dalam pengembangan pemikiran, sains, dan pembangunan fisik.
Yang terpenting adalah pemikiran Ibn Rusyd yang mereka adopsi. Substansi pemikirannya adalah melepaskan diri dari belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir dengan mengulas pe,ikiran Aristoteles secara memikat. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Sedemikian besar pengaruhnya di Barat, sehingga muncul gerakan Averroeisme yang ditentang oleh pihak gereja. Gerakan Averroeisme inilah kemudian melahirkan reformasi di Barat (abad-16 M).
Pengaruh peradaban Islam termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd disebabkan pada mulanya banyak pemuda-pemuda Kristen Barat belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol. Selama belajar di sana, mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim, pusat penerjemahannya adsalah di Toledo. Setelah selesai merampungkan pendidikannya, mereka kemudian pulang ke negara masing-masing dan mengembangkan keilmuwannya di sana. Diantara pengembangan keilmuwan yang direalisasikan adalah mendirikan perguruan-perguruan tinggi dengan meniru pola Islam dan mengajarkan beragam ilmu pengetahuan yang telah didapatkan di perguruan-perguruan tinggi Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, kondisi ini yang memotivasi lahirnya reneissance pusaka Yunani, reformasi, dan rasionalisme di Barat. Berkembangnya pemikiran Yunani di Barat, melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari yang kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.[13]
Abad ke-16 dan ke-17 M, adalah abad  yang paling penting bagi Barat, sementara di dunia Islam abad tersebut merupakan abad kemunduran. Dengan lahirnya renaissance, Barat berusah mengejar ketertinggalannya dan berusaha bangkit.[14] Peradaban Islam (Spanyol) yang dijadikan parameter untuk perkembangan negara mereka. Bangsa Barat mencoba mempelajari dan menggali khazanah keilmuwan Islam yang telah mereka dapatkan selama belajar di Spanyol. Dari penyelidikan ini, banyak penemuan-penemuan dihasilkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan kehidupan. Christoper Colombus pada tahun 1492 berhasil menemukan Benua Amerika dan Vasco da Gama pada tahun 1498 menemukan jalan ke Timur melalu Tanjung Harapan. Dengan dua macam temuan ini, Barat memperoleh kemajuan selangkah di dunia perdagangan. Dengan demikian mereka tidak perlu lagi tergantung pada jalur lama yang telah dikuasai oleh umat Islam. Terangkatnya perekonomian bangsa-bangsa Barat disusul pula dengan penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan. Perkembangan tersebut semakin pesat pasca ditemukannya mesin uap yang berimplikasi pada lahirnya revolusi industri di Barat.
Pasca masa kolonialisme, diminasi Barat terus berlangsung dan semakin dinamis seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kembangkan. Beberapa bidang yang dapat dirasakan dominasinya adalah, militer, politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini menujukkan betapa besar efek yang dimunculkan dari dominasi Barat. Pengaruh besar yang ditanamkan pada bidang-bidang tersebut, telah mengantarkan Barat menjadi negara maju dan menguasai bidang-bidang kehidupan dunia. 

Respon Islam Terhadap Dominasi Barat

Sebagaimana telah disebutkan, beragam benturan yang terjadi antara kekuatan Islam dan Eropa telah menyadarkan umat Islam dari keterpurukannya selama ini. Salah satu kejahatan terbesar menurut Hasan Hanafi yang dilakukan oleh bangsa Barat terhadap Islam adalah penjajahan terhadap negara-negara Islam.[15] Kejahatan ini berkaitan dengan lahirnya kolonialisme di Barat apad akhir abad ke-15.[16]  Kemudian ditambah lagi dengan penyebaran paham distortif tentang Islam di awal-awal lahirnya orientalisme Barat.[17] Kipling seorang sastrawan terkenal Inggris (1865-1939) dalam artikelnya menulis, “Timur adalah Timur, dan Barat adalah Barat”. Artikel tersebut mengingatkan kita pula pada tesa Samuel P. Huntington yang dipublikasikan di tahun 1993 tentang benturan peradaban, yaitu benturan yang terjadi antara peradaban Barat disatu pihak, dan peradaban Timur dipihak yang lain, khususnya peradaban Islam.[18]
Dominasi Barat mulai merembak pasca  renaissance Barat yang berlanjut hingga sekarang. Berikut penulis akan mengkalisifikasikan beberapa dominasi Barat dibeberapa bidang serta respon bagaimana respon Islam dalam hal ini.
1.      Bidang militer
Di awal kebangkitan Eropa, salah satu hal yang dikembangkan di bidang militer adalah menciptakan persenjataan yang lebih baik dari persenjataan yang pernah diciptakan oleh Turki Usmani. Senjata yang dikembangkan dengan misiu pada masa Turki Usmani, lebih diperbaharui oleh Barat dengan didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang pesat. Teknologi perkapalan dan militer berkembang dengan pesat. Kondisi ini telah mengangkat Barat sebagai penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan perdagangan dan ekonomi ke berbagai penjuru dunia, tanpa ada perlawan berarti dari rival politiknya di masa itu. Sebaliknya kaum muslimin mengalami kemerosotan  di segala bidang kehidupan. Mereka ketinggalan dalam industri perang yang padahal keunggulan Turki Usmani telah diakui keunggulannya dimasa-masa sebelumnya. Dengan kemoderenan teknologi, Barat mampu melancarkan pukulan terhadap wilaya-wilayah kekuasaan Islam, seperti kerajaan Mughal dapat ditaklukkan oleh Inggris.Daerah-daerah lain yang mulai dikuasai oleh Barat adalah Asia Tenggara, bahkan Mesir yang merupakan pusat peradaban Islam juga berhasil ditaklukkan oleh Napoleon Bonaparte dari Prancis pada tahun 1798 M. Benturan demi benturan yang dialami menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang telah tertinggal jauh dari bangsa Barat.Kemajuan di bidang militer inilah kemudian dijadikan sarana oleh Barat dalam menancapkan kekuasaannya serta menjajah negara-negara lemah termasuk negara-negara Islam. Penaklukan demi penaklukan yang dilakukan Barat, mulai membuka mata kaum muslimin, bahwa mereka telah tertinggal jauh dari Barat.
Image yang kemudian muncul di lingkungan Islam adalah bahwa bangsa Barat adalah bangsa barbarian, bangsa yang suka mengeksploitasi sumber daya ekonomi, alam dan politik dengan membangun koloni-koloni, dan tak jarang penindasan-penindasan yang tidak berprikemanusiaan acap kali dilakukan dan merenggut banyak korban. Hingga sekarangpun, dalam benak umat muslim—sebagian besar diantaranya—setiap produk baru dalam bentuk apapun merupakan bagian dari misi kolonialisme Barat untuk kembali mencengkramkan kekuasaannya di seluruh dunia, khususnya wilayah-wilayah Islam. Bahkan ada yang mengidentikkan bahwa Barat itu adalah Kristen yang senantiasa mengumbar misi gerejanya untuk mengkristenkan umat sedunia. Inilah diantaranya respon umat Islam terhadap dominasi Barat  yang dianggap telah banyak merugikan kaum muslim semenjak renaissence Barat. Secara terperinciUsaha untuk memulihkan kembali kekuatan umat Islam pada umumnya—yang dikenal dengan gerakan pembaharuan—didorong oleh dua faktor yang saling mendukung terhadap pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur penyebab kemundurannya dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Pertama, seperti gerakan Wahhabi yang dipelopori oleh Muhammad Abd al-Wahab (1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan gerakan Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari aljazair. Gerakan ini menolak aksi militer yang dilakukan Barat yang menggunakan kemajuan teknologi militernya untuk mengusai bangsa lain yang dianggap lemah. Kedua, tercermin dari pengiriman pelajar muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Termasuk para pelajar India banyak yang menuntut ilmu ke Inggris. Mereka menganngap bahwa umat Islam harus membuka mata dan mulai membenahi diri dengan membekali diri dengan berbagai ilmu pengatahuan dan teknologi untuk mendongkrak diri dari keterpurukan.


2.      Bidang Politik
Kebijakan-kebijakan politik dunia yang terbuhul dalam satu lembaga yaitu PBB seringkali menuai protes dan kecaman. Amerika sebagai salah satu pemegang hak veto memiliki pengaruh yang kuat serta paling mendominasi di lemabag tersebut. Banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dianggap kontroversial. Pergolakan antara Palestina-Israel, yang memposisikan Amerika lebih memihak pada Israel, telah melhirkan kebijakan-kebijakan yang "bertepuk sebelah tangan". Irak yang di serang lantaran disinyalir memiliki senjata pemusnah massal, yang walaupun telah banyak ahli dikirim ke sana dan dari hasil investigasi tidak ditemukan adanya senjata pemusnah massal tersebut, tetap bersikeras menyerang Irak dengan tetap menuduh bahwa Irak memilikinya. Hal ini kemudian menuai berbagai kecaman dari berbagai negara belahan dunia. Utamanya Negara-negara Islam (khususnya kaum muslimin), mersepon keras hal ini. Sebagai implikasi dari hal ini, lahirlah kelompok perlawanan dengan berbagai macam nama, yang keberadaannya untuk melawan kekuatan Barat yang dianggap menindas. Di negara-negara Islam, hampir secara serempak melakukan demonstrasi menentang tindakan Amerika dan sekutunya. Bahkan ada yang melakukan aksi boikot terhadap berbagai produk Amerika dan sekutunya. Di Indonesia khususnya, aksi demonstrasi, boikot bahkan dibarengi tindakan anarkis dengan melakukan pengrusakan di kantor-kantor kedutaan Amerika dan sekutunya. Aksi ini mereka anggap sebagai aksi solidaritas atau ekspresi rasa empati terhadap saudara-saudara seiman yang telah dizalimi oleh pihak Amerika dan sekutunya.
3.      Bidang Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara berkembang, disikapi oleh Barat denganh menawarkan bantuan berupa kucuran dana kepada negara-negara berkembang untuk mendongkrak perekonomiannya yang terpuruk. Beberapa lembaga dunia yang menawarkan untuk memberikan suntikan dana antara lain World Bank, IMF, dan WTO. Tentu saja keberadaan lembaga-lembaga ini menuwai kecaman dengan berbagai argumentasi negatif. Salah satu argumentasi yang kerap dilontarkan adalah, bahwa melalui lembaga-lembaga tersebut, Amerika dan sekutnya ingin menancapkan pengaruhnya secara implicit yang secara tidak sadar menggiring suatu negara untuk dijadikan "sapi perah". Aksi penolakan ini terekspresikan melaui demonstrasi menolak keberadaan lembaga-lembaga tersebut. Hal ini juga memicu semakin tajamnya kebencian kelompok Islam tertentu terhadap Amerika dan sekutunya. Di awal tahun 2000 (pasca kerusuhan Ambon), muncul trend baru yang merupakan respon mereka terhadap Barat, yaitu aksi terror dan bom bunuh diri. Hal ini dianggap sebagai bagian dari jihad yang dianjurkan oleh syari'at Islam. Pada akhirnya terjadi peledakan-peledakan yang dipicu oleh aksi bom bunuh diri. Legian Bali yang digemparkan dengan diledakknya beberapa kafe dan diskotik yang menelan banyak korban, berlanjut meledaknya sejumlah mall di beberapa daerah seperti Jakarta dan Bandung, meledaknya hotel JB. Marriot, bom kuningan serta beberapa tempat lainnya. Aksi keras ini tentunya sangat mengkhawatirkan dan meresahkan, karena yang menjadi korban tidak hanya orang-orang yang dijadikan sasaran, tetapi juga rakyat Indonesia sendiri banyak yang menjadi korban.
4.      Bidang Budaya
Banyak dari budaya Barat baik secara sengaja maupun tidak sengaja teradopsi oleh kalangan umat Islam, terutama budaya teknologi. Salah satu hal yang tetap mentadi tren hingga sekarang bahkan model yang ditampilkan lebih inovatif adalah budaya ulang tahun. Dari kalangan anak-anak hingga orang tua, sebagaian besar menyenangi budaya ini. Tahun-tahun yang dilewati teras tidak indah tanpa perayaan ulang tahun. Karena budaya ulang tahun merupakan produk Barat, maka hal ini oleh sebagian umat Islam diharamkan. Ulang tahun  dianggap sebagai budaya Barat yang tidak pernah diajarkan dalam budaya Islam.
Kemudian budaya memperingati tahun baru masehi yang semaraknya melebihi peringatan tahun baru Islam
Dari keempat klasifikasi di atas, dapai dilihat beberap respon yang dilancarkan oleh umat Islam, yaitu ada yang menolak, menerima dan ada pula yang menerima secara selektif. Bagi kelompok yang menolak, respon yang diberikan  antara lain, aksi demonstrasi, teror bom bunuh diri, aksi boikot dan sweeping. Hal ini diperkuat oleh data empiric sebagaimana yang panulis paparkan di atas. Mengkritisi dari aksi yang dilakukan oleh kelompok ini, ternyata lebih banyak mengundang kemudhorotan ketimbang maslahatnya. Sebagian besar orang banyak mengecam tindakan anarkis yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Yang menjadi korban malahan kebanyakan dari orang-orang yang bukan menjadi target. Pengrusakan bangunan yang sebenarnya juga malah menjadi beban bagi negara yang sedang terpuruk kondisi perekonomiannya. Aksi boikot terhadap beberapa tempat makan juga berdampak pada merosotnya pemasukan dari para pengelola dan suplyer, hal ini tentunya berimbas pada PHK karyawan. Padahal tempat-tempat tersebut bayak mempekerjakan orang, dengan adanya aksi boikot ini secara tidak langsung meningkatkan jumlah pengangguran. Kemudian lagi aksi pengeboman di beberapa tempat, contoh Bali telah memunculkan image negatif terhadap Indonesia sebagai sarang teroris, secara otomatis objek wisata yang terdapat di daerah tersebut menjadi sepi pengunjung, dan mulai melumpuhkan perekonomiannya. Sebenarnya yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok ini adalah syari'at Islam yang bernuansa fiqh. Fiqh yang mereka pelajaripun beraneka ragam sumber rujukannya. Inilah kemudian yang menimbulkan beragam distingsi pemiliran yang menyebabkan umat Islam terkotak-kotak.
Apabila semua pihak (muslim dan non muslim) mau mebuka mata denga berkaca pada sejarah, maka akan kita temukan beberapa persamaan dan keterkaitan saling dukung antara  muslim dan nonmuslim. Siapapun yang mendalami bidang filsafat peradaban, tentu akan memahami bahwa agama pada umumnya merupakan elemen dasar dalam pembentukan peradaban. [19] Jika demikian adanya, hal ini sesuai dengan realitas yang ada baik di Barat maupun di Timur, bahwa peradaban Islam dibangun di atas ajaran Islam sedangkan ajaran-ajaran Kristen merupakan salah satu pilar penting dalam pembentukan peradaban Barat. Barat pada umumnya tidak mengingkari hal itu, bahkan di beberapa negera Barat seperti Jerman dan Italia, beberapa partai besar menamakan dirinya sebagai partai Kristen.[20]
Sebagaimana kita ketahui, agama Kristen muncul pertama kali di Timur, sebelum akhirnya menyebagr ke wilayah lain termasuk Barat. Bahkan agama-agama samawi lainya juga lahir di Timur. Kita belum pernah mendengar ada agama samawi yang diturunkan di Barat, Isa al Masih sendiri menjalani seluruh hidupnya di Timur, termasuk pembangunan gereja-gereja Kristen juga diawali di Timur, jauh sebelum orang-orang Eropa mengenal ajaran tersebut.
Dari sini dapat dilihat bahwa relasi Barat dan Timur merupakan relasi antara anak dan induk. Jika ditelusuri akar agama Kristen di Timur dan di Barat, nyaris tidak ada keterputusan. Sementara disisi lain ketika muncul di abad ke-17 M, Islam terlihat tidak menampilkan sikap permusuhan terhadap agama samawi lainnya (Yahudi atau Kristen), bahkan di era keemasannya Islam membuka diri untuk menerima para pelajar dari Barat untuk menimba ilmu di negara Islam (Spanyol). Islam tetap mengakui keberadaan agam tersebut, hanya saja Islam menganggap dirinya sebagai serial terakhir dari agama samawi yang diturunkan. Ketika kita melihat dalam konteks pemikiran dan kebudayaan, maka akan tetap ditemukan relasi antara keduanya. Pada masa Khalifah al Ma’mun yang mendukung secara penuh untuk melakukan penerjemahan filsafat dan khazanah keilmuan Yunani ke dalama bahasa Arab yang selanjutnya dipelajari dan dikembangkan serta mengambil beragam manfaat yang terkandung di dalamnya. Personifikasi paling menonjol dari proses tersebut adalah Ibn Rusyd yang oleh orang-orang Eropa dijuluki sebagai “eksplanator” (al-syararih), berkat kontribusinya bagi dunia keilmuan dengan menerangkan khazanah filsafat Yunani, khususnya filasafat Aristoteles. Yang perlu dicatat adalah bahwa Barat (khususnya Eropa pada waktu itu) mulai mengenal filasafat Yunani, notabene melalui perantaraan filsafat Islam. Hal ini berarti kaum muslimin telah menyumbangkan saham dengan tetap menjaga dan memlihara filsafat Yunani dari kepunahan. Lebih dari itu, peradaban Islam telah hidup di benua Eropa (Andalusia) selama delapan abad, dan mewariskan peradaban yang kemudian berhasil dimanfaatkan Eropa dalam proses kebangkitan peradabannya.
Selain itu banyak pula orientalis yang memberikan kontribusi pemikiran dalam menata ulang beragam disiplin ilmu yang dimiliki oleh umat Islam terdahulu. Hal ini mereka lakukakn berdasarkan kesadaran yang utuh akan nilai dari literature-literatur yang mereka boyong dari negeri-negeri Islam. Misalkan pada tahun 1629  di Universitas Leiden Belanda, Julius—seorang orientalis terkenal—beserta muridnya Varner membawa ratusan literature dari wilayah Timur, hal inilah mengawali perpustakaan di Eropa mengikuti jejak ini. Ekspansi Napoleon ke Mesir pada tahun 1798, walaupun semakin memperkuat cengkreman Eropa terhadap Timur, akan tetapi semakin memperkaya literature Barat yang di ambil dari Timur yang banyak membantu dan memperlancar proses dtusi kearaban di Eropa. Termasuk kontribusi terbesar kaum orientalis adalah diterbitkannya ensiklopedi besar berjudul Geschicte des Arabischen Literatur oleh Carl Brokelmann pada tahun 1959 yang menghabiskan waktu lima puluh tahun. Kemudian lagi apresiasi kaum orientalis terhadap warisan keilmuan Islam yang telah mereka pelajari, diantaranya komentar Postel seorang ahli kedokteran asal Prancis yang mengatakan bahwa, tak seorangpun yang dapat menepis sarana pengobatan kedokteran Arab, sebab apa yang tela ditulis oleh Ibn Shina dalam satu atau dua halaman ternyata lebih besar manfaatnya daripada apa yang ditulis oleh Jalinus dalam lima atau enam jilid buku.[21]
Demikianlah keterkaitan Timur dan Barat telah terbuhul erat secara perlahan lewat beberapa kesempatan. Keterkaitan ini terjadi secara langsung tanpa ada rekayasa. Gambaran di atas telah mendeskripsikan relasi keagamaan yang erat antara Timur dan Barat. Hingga sekarangpun relasi antara keduanya masih tetap berlangsung. Di bidang keilmuwan dan kebudayaan, Eropa dewasa ini telah mengembangkan pemahaman positif akan Timur. Sebutlah semisal, apa yang diungkapkan oleh menteri luar negeri Inggris, Robin Kock, dalam sebuah orasinya di Pusat kegiatan Syi’ah Islamiyah di London, “Sesungguhnya akar pedaban kami (baca:Barat) tidak hanya berasal dari Romawi-Yunani semata, tetapi juga berasal dari Islam.”  Hal senada juga disampaikan oleh Pangeran Charles, Putra mahkota inggris, bahwa ikatan yang menghubungkan Barat dan Islam jauh lebih kuat dari keretakannya.[22]
Persamaan-persamaan ini atau berbagai titik temu yang terdapat daalm peradaban Timur dan Barat, tentunya diharapkan dapat mendialogkan kedua peradaban ini yang pada beberapa masa yang lewat telah diselimuti oleh hubungan disharomis dan berkembangnya sikap eksklusif diantara keduanya. Dialog antar keduanya dimaksudkan untuk kembali menjalin hubungan harmonis keduanya agar dapat hidup berdampingan dan bekerja sama yang simbiosis mutualistik, dengan melihat kesamaan-kesamaan yang dimiliki. Edward W. Said mengatakan, bahwa jika sejarah pengetahuan tentang Islam di Barat telah terbuka berkait dengan penaklukan dan dominasi, maka tibalah saatnya kaitan-kaitan itu dibongkar secara menyeluruh.[23] Gambaran-gambaran ini sekaligus menunjukkan kelemahan dari tesis Huntington dan Kipling tentang kemustahilan pertemuan peradaban Timur dan Barat.[24] Dan sesungguhnya dengan adanya keterkaitan-keterkaitan tersebut, maka Barat dan Timur dapat kembali memperbaikai hubungan dalam segala hal.

PENUTUP
Sudah seharusnya seluruh agama memiliki tujuan dasar bersama dalam hal membangun masyarakat dunia yang diselimuti perdamaian. Masyarakat dunia yang setiap komponenya saling bahu-membahu mewujudkan kebaikan bagi umat manusia hal ini dapat tercipta tentunya dengan menghilangkan sikap eksklusif dan saling melempar tuduhan yang diskriminatif. Barat dan Timur pada dasarnya memiliki relasi yang sangat kuat apabila kita melihat dari lintas sejarah, yaitu satu sama lain saling mengisi dan saling menyempunakan.
Pada dasarnya wawasan perdamaian haruslah ditumbuh kembangkan secara subur antar keduanya, dengan memahami posisi satu sama lain, yang secara eksplisit akan mendekatkan keduanya pada tujuan perdamaian.
Keika Islam menyerukan pentingnya mengenal pihak lain, hidup damai  berdampingan, saling berinteraksi berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan tidak saling ganggu satu sama lainnya, atau meminjam istilah al-Qur'an, "….Dari diri yang satu" (QS. An-Nisa [4] : 1).
Pandangan objektif antara keduanya, yang terbebas dari premis-premis masa lalu, dengan sendirinya akan dapat menghilangkan asumsi-asumsi yang menyimpang. Sementara itu tanggung jawab memperkenalkan wajah asli Islam juga akan banyak membantu pihak lain untuk lebih mengenal dan memahami Islam menuju kesepemahaman bersama, etos saling menghormati, dan etos saling membantu yang efektif. Dengan demikian kita semua telah menyumbangkan kontribusi bagi terbentuknya wawasan perdamaian.























 



 

BIBLIOGRAFI


A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam,Jilid 2, Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983, cetakan pertama.
Abu’l-Hasal Ali al-Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, Jakarta : Pustaka Jaya-Djambatan, 1988.
Ahmad Syalabi, Mausu’ah al Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, jilid 4, Kairo : Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979.
Alexander Ross, The  Propheth of Turk and Author of the Al Coran.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grasindo Persada, 1993.
Burhanuddin Daya, Agama Dialogis : Merenda Dialektika Idelita dan Realita Hubungan Antaragama, Yogyakarta : LKiS, 2004.
Carl Brocklemann, History of the Islamic Peoples, London : Rotledge & Kegan Paul, 1980.
Carl Broskelmann, History of the  Islamic Peoples, London : Routledge & Kegel Paul, 1982.
Edward W. Said, Orientalism, 1978; reprint ed., Middlesex : Penguin Books, 1985.
Hasan Hanafi, “Madha Ya’ni al-Yasar al-Islami”, dalam Al-Yasar al-Islami, Kairo.
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Sitaasi wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, Kairo : Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, tt.
Immanuel Wallerstein, Historical Capitalism (1983), setakan kedua ; London, Setfor Press, 1984.
J.B. Burry, Sedjarah Kemerdekaan Berpikir, Djakarta : PT. Pembangunan, 1963.
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta : Kanasius, 1986, cetakan kelima.
Mahmud Hamdi Zaqzuq "Al-Istusyraq wa al-Khalifah al-Fikriyyah li al-Shiraa' al-Hadlaan"' Dar al-Ma'arif, 1997.
Mahmud Hamdi Zaqzuq, Reposisi Islam diEra Globalisasi, terjemahan dari Al Islam fi ‘Ashar al-Aulamah, Yogyakarta : LKis, 2004.
Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta : Pustaka Jaya, 1986.
Pangeran Charles Disampaikan dalam pidato resminya pada tanggal  27 Oktober  1993 di Pusat Studi Islam Oxford University, dengan judul “Islam dan Barat”.
Philip K. Hitti, History of the Arabs, London : Macmillan Press, 1970.
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu & Peradaban Dunia, Jakarta : P3M, 1986.
S.M. Imanuddin, Muslim Spain : 711-1492 A.D., Leiden :E.J. Brill, 1981.
Samuel P. Huntington, Benturan Antar Peradaban, Masa Depan Politik Dunia, dalam, Agama dan Dialog antar Peradaban, ed. M. Nasir Tamara danElza Peldi Taher, (Jakarta : Paramadina, 1996), hal. 3-34.
Southerm, Westen Views of Islam in the Middle Ages.


[1] Tentang perjalanan dan perkembangan Barat serta hubungan keilmuannya denga Timur baca Carl Broskelmann, History of the  Islamic Peoples, (London : Routledge & Kegel Paul, 1982). Atau baca juga Burhanuddin Daya, Agama Dialogis : Merenda Dialektika Idelita dan Realita Hubungan Antaragama, (Yogyakarta : LKiS, 2004).
[2] Dalam proses penaklukan Spanyol, ada tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa satuan-satuan pasukan yang dikirim ke sana. Meraka itu adlah, Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa ibn Nushair. Tharif ibn Malik  dapat dikatakan sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyebrangi selat yang berada antara Maroko dan benua Barat dengan satu pasukan perang yang berjumlah lima ratus orang dan diantaranya adalah pasukan berkuda yang menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Baca A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam,Jilid 2, (Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983, cetakan pertama), hal. 158.
[3] Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London : Macmillan Press, 1970), hal. 493.
[4] Carl Brocklemann, History of the Islamic Peoples, (London : Rotledge & Kegan Paul, 1980), hal. 83.
[5] Ibid. hal. 14
[6] Ada enam periode pemerintahn Islam yang berlangsung di Spanyol, untuk lebih lengkapnya baca Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grasindo Persada, 1993), hal. 93-100
[7] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta : Pustaka Jaya, 1986), hal. 38.
[8] Ciri khasnya adalah kejelian dalam menafsirkan masalah-masalah Aristoteles dan kehati-hatiannya dalam menggeluti masalah menahun tentang  keserasian antara filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dan mengarang sebuah kita berjudul Bidayah al-Mujtahid, dan banyak dijadikan rujukan di pesantren-pesantren di Indonesia. Badri Yatim, Sejarah ……, hal.101-102.
[9] Abbas ibn Farnas adalah seorang ahli ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia berhasil membuat teropong modern dan dapat menentukan waktu terjadinya gerhana. Ahmad ibn Ibbas dari Cordoba adalah ahli dibidang obat-obatan. Ibn Jubair seorang ahli sejarah. Ibnu Khaldun seorang perumus filsafat sejarah dan lain-lain. Ahmad Syalabi, Mausu’ah al Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, jilid 4, (Kairo : Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979), hal. 86.
[10] S.M. Imanuddin, Muslim Spain : 711-1492 A.D., (Leiden :E.J. Brill, 1981), hal. 9.
[11] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Sitaasi wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, (Kairo : Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, tt.), hal. 428.
[12] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu & Peradaban Dunia, (Jakarta : P3M, 1986), hal. 70.
[13] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta : Kanasius, 1986, cetakan kelima), hal.32. Tentang sejarah Renaissance baca J.B. Burry, Sedjarah Kemerdekaan Berpikir, (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hal. 63-82.
[14] Abu’l-Hasal Ali al-Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, (Jakarta : Pustaka Jaya-Djambatan, 1988), hal. 220.
[15] Lihat Hasan Hanafi, “Madha Ya’ni al-Yasar al-Islami”, dalam Al-Yasar al-Islami, Kairo : 1981, hal.27
[16] Immanuel Wallerstein, Historical Capitalism (1983), setakan kedua ; London, Setfor Press, 1984, hal 19.
[17] Karya-karya distortif tentang pemahaman Islam dapat dilihat, diantaranya dalam tulisan Southerm dalam bukunya Westen Views of Islam in the Middle Ages. Southerm menulis, "Orang Kristen ingin agar Timur dan Barat Eropa bersepakat bahwa Islam adalah Kristen yang sesat." (hal. 91-92, 108-109). Kemudian Alexander Ross (1653) menerbitkan buku-buku yang lebih banyak menghujat Islam daripada memaparkan apa adanya. Ia misalkan menulis  buku The  Propheth of Turk and Author of the Al Coran. Dalam bukunya ia sering kali menggunakan kata-kata kasar, seperti The Great Arabian Imposter, The little horn in denial, Arabian swine, Goliath, Grant hypocrite, Great thief.
[18] Samuel P. Huntington, "Benturan Antar Peradaban, Masa Depan Politik Dunia", dalam, Agama dan Dialog antar Peradaban, ed. M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher, (Jakarta : Paramadina, 1996), hal. 3-34.
[19] Mahmud Hamdi Zaqzuq, Reposisi Islam diEra Globalisasi, terjemahan dari Al Islam fi ‘Ashar al-Aulamah, (Yogyakarta : LKis, 2004), hal35-36.
[20] Ibid., hal. 36.
[21] Ibid., hal. 65. Lihat pula karya penulis, "Al-Istusyraq wa al-Khalifah al-Fikriyyah li al-Shiraa' al-Hadlaan"' Dar al-Ma'arif, 1997, hal. 30. Dalam bidang sastra secara umum, seorang orientalis asal Jerman juga melantunkan nada yang sama tentang keunggulan keilmuan Islam, dengan pernyatannya, bahwa siapapun yang membaca tarikh adab pasti akan berdecak kagum ketika melihat betapa banyak pakar sejarah dan adab di dunia Timur. Dan masih banyak lagi komentar-komentar positif lainnya.
[22] Disampaikan dalam pidato resminya pada tanggal  27 Oktober  1993 di Pusat Studi Islam Oxford University, dengan judul “Islam dan Barat”.
[23] Edward W. Said, Orientalism, (1978; reprint ed., Middlesex : Penguin Books, 1985), hal. 2.
[24] Kipling merupakan seorang tokoh yang mendukung secara fanatik ide-ide penjajahan. Akan halnya Huntington barangkali juga merupakan pendukung ide-ide penjajahan sebagaiaman Kipling akan tetapi dalam bentuk baru lewat kemasan globalisasi, serta mengenakan baju tatanan internasional baru. Mahmud Hamdi Zaqzuq, Reposisi……., hal. 35.